MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
MEMAHAMI HAKIKAT BAHASA DAN PEMEROLEHAN BAHASA
a. Hakikat Pemerolehan
Bahasa
Pemerolehan
bahasa (language acquisition) atau
akuisisi bahasa menurut Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa
yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons
(1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk
proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut
pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa
terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut. Stork dan Widdowson (1974:134)
mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses
anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Huda (1987:1) menyatakan
bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai
bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan
penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa
mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh
pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.
Pada
hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan
untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang
lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka yang dimaksud dengan pemerolehan
bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau
pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal
(Tarigan dkk., 1998). Selain pendapat tersebut Kiparsky dalam Tarigan (1988)
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh
anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua
sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana
dari bahasa bersangkutan. Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses
bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh
pengajaran yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada didalam bahasa
kedua. Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara
sengaja atau secara sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa.
b.
Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Berikut ini adalah beberapa teori
pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
1) Teori
Behaviorisme
Teori
behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung
dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response).
Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap
rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut
dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai
contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah
pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata
tersebut. Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan
tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi
seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan
merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F.
Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957)
yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini,
belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme.
Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol
oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus
dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan
ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku
akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun
demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri
yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa
menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah
yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini
dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.
Aliran
behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response.
Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
2)Teori
Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya,
bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat
menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa
adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola
perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan
memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif
singkat. Ketiga, lingkungan
bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa
yang rumit dari orang dewasa.
Menurut
aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil
dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga
percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk
memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai
bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh
masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan
Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua
anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat
sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa.
Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga
alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak
yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33).
Tanpa
LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan
bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak
dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
3)
Teori Kognitivisme
Menurut
teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah
satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa
distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan
yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan
perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223).
Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa
mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur
bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan
berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus
dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam
bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap
belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal
benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah
dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya.
Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4)
Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan
bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan
lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi
antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap
anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak
mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya,
menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa
pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang
mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada
LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah
dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah
dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat
dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memperngaruhi kemampuan berbahasa
si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.
0 komentar:
Post a Comment