MATERI: PEMAHAMAN LANDASAN PENDIDIKAN, TEORI
BELAJAR, DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pengertian
I.
PENGERTIAN, FUNGSI, DAN PERANAN KURIKULUM
KISI-KISI PPG KLIK DI SINI
Kurikulum adalah suatu rencana
pendidikan, yang memberikan pedoman tentang jenis, lingkup, urutan isi, serta
proses pendidikan. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku pada dirinya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu
B. Fungsi
1. Fungsi penyesuaian
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu mengarahkan peserta didik agar memilki sifat untuk mampu
menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.
2. Fungsi pengintegrasian
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh, dalam hal ini orientasi dan
fungsi kurikulum adalah mendidik peserta didik agar memilki pribadi yang
integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari
masyarakat.
3. Fungsi perbedaan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu peserta didik.
4. Fungsi persiapan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu mempersiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan studi lebih
lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki pendidikan
yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.
5. Fungsi pemilihan
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam memilih
programprogram belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
6. Fungsi diagnostic
Kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu membantu dan mengarahkan peserta didik untuk dapat memahami
kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.
C. Peranan
1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan
bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan
nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini
kepada anak didik sebagai generasi penerus.
2. Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Kurikulum melakukan
kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa kurikulum
harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat membantu
setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.
3. Peranan kritis dan evaluative
Peranan ini dilatarbelakangi oleh
adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat
senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa
lalu kepada peserta didik perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.
II.
LANDASAN DAN PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Landasan Pengembangan Kurikulum
1. Berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.
3. Tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan
kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat,
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan
nasional dan kepentingan daerah.
B.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan
yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang termuat dalam silabus harus benar dan
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut.
Penggunaan istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu,
hendaknya sesuai dengan istilah, notasi atau lambang yang umum dan lazim
digunakan dalam bahasa dan sastra Indonesia.
2. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten
(ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian.
Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan
media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian
semata-mata diarahkan pada pencapaian kompetensi dasar dalam rangka pencapaian
standar kompetensi.
3. Relevan
Pengembangan kurikulum harus
memiliki kesesuaian di antara komponen-komponennya, seperti tujuan, bahan,
strategi, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum juga harus relevan dengan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi, potensi peserta didik, serta tuntutan
dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). Cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam kurikulum juga
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spritual siswa.
Prinsip ini mendasari pengembangan
kurikulum, baik dalam pemilihan materi
pembelajaran, strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran,
penetapan waktu, strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan
media dan alat pembelajaran.
4. Ketercukupan
Cakupan indikator, materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka tuntutan
kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar
kompetensi dan kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek
belajar, maka materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta
instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan itu.
5. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup
keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun praktik
(psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.
Kegiatan pembelajaran dalam silabus
perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan
untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja,
melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya, serta
dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).
6. Fleksibel
Pengembangan kurikulum harus
bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen dalam kurikulum juga
mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang
terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.
7. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memerhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai
kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu,
penggunaan media dan sumber belajar berbasis teknologi informasi, seperti
komputer dan internet perlu dioptimalkan.
8. Kontinuitas, pengembangan
kurikulum harus memerhatikan kesinambungan, antara tingkat kelas, antara
jenjang pendidikan, maupun kontribusi dengan jenis pekerjaan.
III.
TEORI
BELAJAR
A.
Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara
rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan dari siswa
(response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Semakin sering hubungan (bond)
antara rangsangan dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan
keduanya (law of exercise). Para penganut teori belajar tingkah laku ini
berpendapat bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi air terus menerus.
Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan maupun
ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata
kunci menurut para penganutnya selama proses pembelajaran adalah ‘latihan’ dan
‘ganjaran/ penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada binatang
ditunjukkan dengan pemberian sesuatu jika ia dapat menyelesaikan tugasnya,
sehingga binatang tersebut akan mengulangi kegiatannya. Para siswa akan sangat
senang dan merasa dihargai jika mereka mendapat hadiah ketika mereka dapat
melaksanakan tugas dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk melakukan
hal yang sama. Namun jika mereka melakukan hal yang salah maka mereka harus
mendapat hukuman agar ia tidak melakukan hal itu lagi. Teori belajar tingkah
laku ini menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement).
Semakin banyak ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa
akan lebih baik. Selain itu, jika respon siswa di luar yang diinginkan maka
diperlukan adanya konsekuensi hukuman (punishment) sebagai stimulus agar respon
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada atau, dengan kata lain, agar
perilaku siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk punishment ini, beberapa
tokoh teori tingkah laku, misalnya Skinner, memiliki perbedaan pendapat,
khususnya karena dampak yang kurang baik. Skinner memberikan alternatif yaitu
digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori
belajar yang dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan
untuk mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil
belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill
(keterampilan).
B.
Teori Belajar Kognitif
1.
Psikologi Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, struktur kognitif
atau skemata (schema) adalah suatu organisasi mental tingkat tinggi yang
terbentuk pada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses
yang sangat penting adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu
proses di mana suatu informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan
kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa; sedangkan akomodasi adalah
suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang sudah ada di
benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru dialami. Sejalan dengan
itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas adalah suatu
pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di
mana pengetahuan atau pengalaman yang baru dapat terkait dengan pengetahuan lama
yang sudah ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya
pembelajaran bermakna, Bruner menyarankan agar proses pembelajaran melalui tiga
tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
Empat tahap perkembangan kognitif
siswa menurut Piaget adalah (1) tahap sensori motor (0–2 tahun), (2) tahap
pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun), dan
(4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada tahap sensori motor (0-2
tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fsik
dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman
anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat
dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan
indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan
menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap operasional konkret (7-11
tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini,
seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada
tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang
tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam
perkembangan kognitif.
2.
Belajar Bermakna David P. Ausubel
Teori belajar Ausubel
menitikberatkan pada bagaimana seseorang memperoleh pengetahuannya. Menurut
Ausubel terdapat 2 jenis belajar yaitu belajar hafalan (rote-learning) dan
belajar bermakna (meaningfullearning). Jika seorang siswa berkeinginan untuk
mengingat sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain maka baik
proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan
tidak akan bermakna (meaningless) sama sekali baginya. Pembelajaran yang
mengacu pada ‘belajar bermakna’ atau ‘meaningful-learning’ adalah pembelajaran
di mana pengetahuan atau pengalaman baru yang akan dipelajari siswa dapat
terkait dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki siswa.
3.
Teori Presentasi Bruner
Bruner membagi penyajian proses
pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada
tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti dapat diamati
dengan menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang
di awal pembelajaran, guru dapat menggunakan alat peraga maupun barang
sehari-hari semisal kaleng, dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni setelah
mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau benda konkret, tahap berikutnya
adalah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam
bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan
benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati
suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi.
Berabstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di atara
perbedaan-perbedaan yang ada.
C.
Teori Belajar Konstruktivisme
1.
Model Penemuan
Bruner berpendapat bahwa belajar
dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (learning by discovery is
learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model penemuan murni dan
model penemuan terbimbing. Model penemuan yang dapat dikembangkan di kelas
adalah model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan dengan situasi
di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis),
mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola),
menggeneralisasi atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar
tidaknya dugaannya itu. Berbeda dengan model penemuan murni di mana mulai dari
pemilihan strategi sampai pada jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa
sendiri maka pada penemuan terbimbing ini, para guru bertindak sebagai penunjuk
jalan, ia membantu dan memberi kemudahan bagi para siswanya sedemikian rupa
sehingga mereka dapat mempergunakan idea, konsep dan ketrampilan yang sudah dia
pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan serangkaian pertanyaan
yang tepat akan sangat membantu siswa untuk menemukan pengetahuan yang baru
berdasar pada pengetahuan lama yang dipunyainya.
2.
Model Saintifk
Pendekatan saintifk meliputi lima
pengalaman belajar sebagaimana dijelaskan berikut ini.
a. Mengamati (observing) di mana siswa
difasilitasi untuk mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak,
melihat, menonton, dan sebagainya) dengan atau tanpa alat.
b. Menanya (questioning) di mana siswa
difasilitasi untuk membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi
tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui,
atau sebagai klarifkasi.
c. Mengumpulkan informasi/mencoba
(experimenting) di mana siswa difasilitasi untuk mengeksplorasi, mencoba,
berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen,
membaca sumber lain selain buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber
melalui angket, wawancara, dan memodifkasi/ menambahi/ mengembangkan.
d. Menalar/mengasosiasi
(associating) di mana siswa difasilitasi untuk mengolah informasi yang sudah
dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau
menghubungkan fenomena/informasi yang terkait dalam rangka menemukan suatu
pola, dan menyimpulkan.
e. Mengomunikasikan (communicating)
di mana siswa difasilitasi untuk menyajikan laporan dalam bentuk bagan,
diagram, atau grafk; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi
proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.
III.
PRINSIP-PRINSIP
BELAJAR
Dalam perencanaan pembelajaran,
prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap batas-batas kemungkinan dalam
pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan
prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat.
Dari berbagai prinsip belajar
tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat
digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.
A. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang
penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar pengolahan informasi
terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan
Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar. Motivasi
adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Berliner, 1984:
372).
B. Keaktifan
Anak mempunyai dorongan untuk
berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa
dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
C. Keterlibatan langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar
tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan
pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya mengemukakan
bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara
langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan
bertanggung jawab terhadap hasilnya.
D.
Pengulangan
Pada teori Psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu
memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar akan
melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat,
menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat
daya-daya tersebut berkembang.
E.
Tantangan
Dalam situasi belajar, siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu terdapat hambatan,
yaitu mempelajari bahan belajar. Timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu,
yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
F.
Balikan atau Penguatan
Siswa belajar sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak
untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut
tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut
penguatan negatif.
G.
Perbedaan Individual
Siswa yang merupakan individual
yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa
memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini berpengaruh
pada cara dan hasil belajar siswa
IV.
PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN
TEKNIK PEMBELAJARAN
Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor
58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai cara menyikapi/melihat
(a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan
dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode
dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik
dimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan
model dimaknai sebagai kerangka yang berisikan
langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu
dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan
adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode
adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifk;
dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan
(approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat
ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian
kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau
kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode
pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik atau cara tertentu
agar proses pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya
individu dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu misalnya dalam
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa atau idialek agar materi
pembelajaran mudah dipahami.
VI.
KRITERIA PENYELEKSIAN DAN PEMILIHAN MATERI PEMBELAJARAN
1. Sahih (Valid)
Materi yang akan dituangkan dalam
pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian
ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang diberikan
dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk
pemahaman ke depan.
2. Tingkat Kepentingan
(Significance)
Dalam memilih materi perlu
mempertimbangkan pertanyaan berikut:
a. Bagaimana intensitas tingkat
kepentingan materi tersebut sehingga harus dipelajari?
b. Apakah penting materi tersebut
diajarkan pada siswa?
c. Dimana letak kepentingan materi
tersebut dan mengapa penting?
Dengan demikian, materi yang
dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diperlukan oleh siswa.
3. Kebermanfaatan (utility)
Manfaat harus dilihat dari semua
sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat secara akademis
artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut
pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya
bahwa materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills)
dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
4. Layak dipelajari (learnability)
Materinya memungkinkan untuk dipelajari,
baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu
sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi
setempat.
5.
Menarik minat (interest)
Materi yang dipilih hendaknya
menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut.
Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa
ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan
mereka.
B. Pola Pengembangan Materi
Pembelajaran
Terdapat beberapa pola pengembangan
materi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yakni sebagai berikut.
1. Pola kronologis, susunan materi
pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2. Pola kausal, susunan materi
pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3. Pola logis, susunan materi
pembelajaran yang dimulai dari bagian sederhana menuju kepada yang kompleks.
4. Pola psikologis, susunan materi
pembelajaran yang dimulai dari umum ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus.
5. Pola spiral, susunan materi
pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan
sederhana; kemudian dikembangkan, diperdalam, dan diperluas dengan bahan yang
lebih kompleks.
6. Pola inquiri atau pemecahan
masalah, susunan materi pembelajaran yang mengarah pada proses penemuan ataupun
pemecahan masalah, yang meliputi langkah-langkah berikut: (a) perumusan
masalah, (b) penyusunan hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengujian
hipotesis, dan (e) perumusan simpulan.
Sumber Pustaka:
Wibowo, Hari, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru
dan Tenaga Kependidikan.
__________
2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa,
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
BAHAN PERSIAPAN UJIAN SELEKSI PPG 2018
1. 100
SOAL PERSIAPAN UJIAN SELEKSI PPG KOMPETENSI PEDAGOGIK
2. PEMBAHASAN/RINGKASAN
MATERI PEDAGOGIK: KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
3. PEMBAHASAN/RINGKASAN
MATERI PEDAGOGIK: PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN TEORI PEMBELAJARAN
4. PEMBAHASAN/RINGKASAN
MATERI PEDAGOGIK: RANCANGAN PEMBELAJARAN
5. PEMBAHASAN/RINGKASAN
MATERI PEDAGOGIK: PENILAIAN DAN PTK
0 komentar:
Post a Comment